OJK vs Bappebti: Siapa yang Berwenang Mengatur Blockchain?

OJK vs Bappebti: Siapa yang Berwenang Mengatur Blockchain?

Pernahkah Anda merasa bingung, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab mengawasi dunia blockchain di Indonesia? Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, pertanyaan ini menjadi semakin relevan dan penting untuk dijawab. Yuk, kita telaah bersama!

Banyak dari kita mungkin merasa kesulitan memahami regulasi yang kompleks dan tumpang tindih terkait aset kripto dan teknologi blockchain. Informasi yang simpang siur dan ketidakjelasan wewenang antar lembaga dapat menimbulkan kebingungan dan bahkan keraguan untuk berinvestasi atau terlibat dalam industri ini.

Artikel ini bertujuan untuk menjernihkan kebingungan seputar kewenangan pengaturan blockchain di Indonesia, khususnya dalam konteks Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kami akan mengupas tuntas peran dan fungsi masing-masing lembaga, serta bagaimana mereka berinteraksi dalam mengawasi perkembangan ekosistem blockchain.

Intinya, kita akan membahas tentang siapa yang memiliki wewenang dalam mengatur blockchain di Indonesia, menyoroti peran kunci OJK dan Bappebti. Kita juga akan membahas sejarah, mitos, dan rekomendasi terkait regulasi blockchain, serta memberikan tips dan fakta menarik seputar topik ini. Kata kunci utama: OJK, Bappebti, Blockchain, Regulasi, Aset Kripto, Indonesia.

Siapa Target Pengaturan Blockchain?

Target utama pengaturan blockchain di Indonesia adalah melindungi konsumen dan investor, serta memastikan stabilitas sistem keuangan. Ini berarti, regulasi bertujuan untuk mencegah penipuan, manipulasi pasar, pencucian uang, dan pendanaan terorisme yang mungkin terjadi melalui penggunaan teknologi blockchain dan aset kripto. Pengalaman saya pribadi dengan aset kripto dimulai beberapa tahun lalu ketika seorang teman merekomendasikan investasi di Bitcoin. Saat itu, saya merasa sangat tertarik, tetapi juga khawatir karena kurangnya informasi dan regulasi yang jelas. Saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk melakukan riset dan mencoba memahami risiko yang terlibat. Sayangnya, banyak orang terjun ke dunia kripto tanpa pemahaman yang memadai, sehingga rentan menjadi korban penipuan atau investasi bodong. Di sinilah peran regulator seperti OJK dan Bappebti menjadi sangat krusial. Mereka bertugas untuk menciptakan lingkungan yang aman dan transparan bagi para pelaku industri blockchain dan aset kripto, serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat membuat keputusan investasi yang cerdas dan terinformasi. Regulasi yang tepat juga dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan industri blockchain di Indonesia, sehingga memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi negara. Ini mencakup pengaturan mengenai penerbitan token, perdagangan aset kripto, dan penggunaan teknologi blockchain dalam berbagai sektor seperti keuangan, logistik, dan rantai pasok.

Apa Itu OJK vs Bappebti?

OJK (Otoritas Jasa Keuangan) adalah lembaga independen yang bertugas mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia, termasuk perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank. Sementara itu, Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) adalah lembaga di bawah Kementerian Perdagangan yang bertugas mengatur dan mengawasi perdagangan berjangka komoditi, termasuk aset kripto. Perbedaan utama antara OJK dan Bappebti terletak pada fokus pengawasannya. OJK lebih fokus pada perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, sedangkan Bappebti lebih fokus pada pengaturan perdagangan aset kripto sebagai komoditi. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan, siapa yang sebenarnya berwenang mengatur blockchain? Jawabannya tidaklah sederhana. Blockchain sebagai teknologi memiliki aplikasi yang luas di berbagai sektor. Jika blockchain digunakan dalam konteks jasa keuangan, seperti penerbitan stablecoin atau platform pinjaman berbasis blockchain, maka OJK memiliki kewenangan untuk mengawasi. Namun, jika blockchain digunakan untuk perdagangan aset kripto, maka Bappebti yang memiliki kewenangan. Kompleksitas ini menuntut adanya koordinasi yang baik antara OJK dan Bappebti agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Idealnya, kedua lembaga ini harus bekerja sama untuk mengembangkan kerangka regulasi yang komprehensif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi blockchain yang pesat.

Sejarah dan Mitos OJK vs Bappebti

Sejarah pengaturan aset kripto di Indonesia dimulai dengan pengakuan aset kripto sebagai komoditi oleh Bappebti pada tahun 2019. Hal ini menandai langkah awal dalam melegalkan perdagangan aset kripto di Indonesia. Namun, sebelum itu, keberadaan aset kripto seringkali dianggap sebagai sesuatu yang abu-abu dan penuh risiko. Mitos yang berkembang saat itu adalah bahwa aset kripto hanya digunakan untuk kegiatan ilegal dan tidak memiliki nilai intrinsik. Seiring dengan perkembangan industri blockchain dan aset kripto, OJK juga mulai menunjukkan perhatiannya. OJK melihat potensi risiko yang mungkin timbul dari penggunaan teknologi blockchain dalam sektor keuangan, seperti risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. Oleh karena itu, OJK mulai mengeluarkan berbagai peraturan dan himbauan terkait aset kripto, khususnya yang terkait dengan jasa keuangan. Munculnya dua lembaga yang memiliki kepentingan terhadap regulasi blockchain ini kemudian memunculkan pertanyaan mengenai pembagian kewenangan. Mitos yang berkembang adalah bahwa OJK dan Bappebti saling bersaing untuk mendapatkan kendali atas regulasi blockchain. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah upaya untuk saling berkoordinasi dan berbagi informasi agar tercipta regulasi yang efektif dan komprehensif. Sejarah dan mitos ini menunjukkan bahwa pengaturan blockchain di Indonesia masih dalam tahap perkembangan. Perlu adanya dialog yang berkelanjutan antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat untuk menciptakan regulasi yang adaptif, inovatif, dan melindungi kepentingan semua pihak.

Rahasia Tersembunyi OJK vs Bappebti

Salah satu "rahasia tersembunyi" dalam dinamika OJK dan Bappebti adalah bahwa kedua lembaga ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu melindungi kepentingan nasional dan masyarakat Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan fokus dan kewenangan, keduanya menyadari pentingnya inovasi dan perkembangan teknologi blockchain. Hanya saja, pendekatan yang mereka ambil berbeda. OJK cenderung lebih konservatif dan berhati-hati dalam mengatur blockchain, mengingat risiko potensial yang dapat memengaruhi stabilitas sistem keuangan. Bappebti, di sisi lain, cenderung lebih progresif dan terbuka terhadap inovasi, mengingat potensi ekonomi yang dapat dihasilkan dari perdagangan aset kripto. Rahasia lainnya adalah bahwa regulasi blockchain di Indonesia dipengaruhi oleh dinamika global. Perkembangan regulasi di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa, menjadi acuan bagi OJK dan Bappebti dalam merumuskan kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan blockchain bersifat global dan saling terkait. Namun, yang seringkali tidak disadari adalah bahwa Indonesia memiliki karakteristik unik yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan regulasi. Contohnya, tingkat literasi keuangan yang masih rendah dan preferensi masyarakat terhadap investasi yang aman dan stabil. Oleh karena itu, regulasi blockchain di Indonesia harus disesuaikan dengan konteks lokal agar efektif dan relevan. Intinya, "rahasia tersembunyi" dari OJK dan Bappebti adalah bahwa kedua lembaga ini memiliki peran penting dalam membentuk masa depan industri blockchain di Indonesia. Kunci keberhasilannya terletak pada kemampuan mereka untuk berkolaborasi, beradaptasi, dan memahami kebutuhan masyarakat.

Rekomendasi OJK vs Bappebti

Rekomendasi utama terkait OJK dan Bappebti adalah perlunya koordinasi yang lebih erat dan transparan antara kedua lembaga. Ini dapat dilakukan melalui pembentukan forum atau komite bersama yang melibatkan perwakilan dari OJK, Bappebti, pelaku industri blockchain, dan ahli hukum. Forum ini bertugas untuk membahas isu-isu strategis terkait regulasi blockchain, berbagi informasi, dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang komprehensif dan adaptif. Selain itu, perlu adanya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di kedua lembaga, khususnya dalam hal pemahaman teknologi blockchain dan aset kripto. Pelatihan dan sertifikasi yang relevan dapat membantu para regulator untuk lebih memahami risiko dan peluang yang terkait dengan teknologi ini. Rekomendasi lainnya adalah perlunya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai aset kripto dan investasi blockchain. Masyarakat perlu memahami risiko dan potensi keuntungan yang terkait dengan investasi ini, serta bagaimana cara melindungi diri dari penipuan dan investasi bodong. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui berbagai saluran, seperti seminar, webinar, media sosial, dan website resmi OJK dan Bappebti. Terakhir, perlu adanya regulasi yang jelas dan terukur mengenai perpajakan aset kripto. Regulasi yang jelas akan memberikan kepastian hukum bagi para investor dan pelaku industri, serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor ini. Dengan koordinasi yang baik, peningkatan kapasitas, sosialisasi yang intensif, dan regulasi yang jelas, Indonesia dapat menjadi pusat inovasi blockchain yang kompetitif di tingkat regional dan global.

Mengenal Lebih Dalam: Regulasi Aset Kripto di Indonesia

Regulasi aset kripto di Indonesia saat ini berada di bawah pengawasan Bappebti, yang mengklasifikasikan aset kripto sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Ini berarti, perusahaan yang ingin melakukan perdagangan aset kripto di Indonesia harus mendapatkan izin dari Bappebti dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan Bappebti mencakup berbagai aspek, seperti persyaratan modal, tata kelola perusahaan, sistem keamanan, dan perlindungan konsumen. Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk menciptakan lingkungan perdagangan aset kripto yang aman, transparan, dan bertanggung jawab. Namun, regulasi ini juga memiliki beberapa tantangan. Salah satunya adalah masih adanya ketidakpastian hukum terkait dengan status aset kripto sebagai alat pembayaran. Bank Indonesia (BI) masih melarang penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi sebagian masyarakat dan pelaku industri. Selain itu, regulasi Bappebti juga belum mengatur secara komprehensif mengenai penggunaan teknologi blockchain di luar perdagangan aset kripto. Misalnya, penggunaan blockchain untuk pengelolaan rantai pasok, identitas digital, atau voting elektronik. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang lebih erat antara Bappebti, OJK, dan BI untuk menciptakan regulasi yang komprehensif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi blockchain yang pesat. Regulasi yang baik harus mampu menyeimbangkan antara mendorong inovasi dan melindungi kepentingan konsumen dan stabilitas sistem keuangan.

Tips Memahami Regulasi Blockchain

Memahami regulasi blockchain bisa terasa rumit, tetapi ada beberapa tips yang bisa membantu. Pertama, ikuti perkembangan berita dan informasi terbaru dari sumber-sumber terpercaya, seperti website resmi OJK, Bappebti, dan media massa yang kredibel. Kedua, pahami perbedaan antara regulasi yang dikeluarkan oleh OJK dan Bappebti. OJK fokus pada perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan, sedangkan Bappebti fokus pada pengaturan perdagangan aset kripto sebagai komoditi. Ketiga, jangan ragu untuk bertanya kepada ahli hukum atau konsultan yang berpengalaman di bidang blockchain dan aset kripto. Mereka dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam dan membantu Anda memahami implikasi regulasi terhadap bisnis atau investasi Anda. Keempat, berpartisipasilah dalam diskusi dan forum online yang membahas regulasi blockchain. Ini dapat membantu Anda mendapatkan perspektif yang berbeda dan memperluas jaringan Anda. Kelima, selalu berhati-hati terhadap investasi bodong atau penipuan yang mengatasnamakan aset kripto. Pastikan Anda melakukan riset yang mendalam sebelum berinvestasi dan hanya berinvestasi pada platform yang terpercaya dan memiliki izin dari Bappebti. Terakhir, ingatlah bahwa regulasi blockchain masih dalam tahap perkembangan. Selalu pantau perubahan regulasi dan sesuaikan strategi bisnis atau investasi Anda sesuai dengan perkembangan tersebut. Dengan memahami regulasi blockchain, Anda dapat mengambil keputusan yang lebih cerdas dan menghindari risiko yang tidak perlu.

Masa Depan Regulasi Blockchain di Indonesia

Masa depan regulasi blockchain di Indonesia diperkirakan akan semakin berkembang dan komprehensif. Seiring dengan semakin matangnya teknologi blockchain dan adopsi yang meluas, regulator akan terus berupaya untuk menciptakan regulasi yang adaptif, inovatif, dan melindungi kepentingan semua pihak. Salah satu tren yang mungkin terjadi adalah integrasi regulasi blockchain dengan regulasi sektor lain, seperti keuangan, perbankan, dan pasar modal. Hal ini akan menciptakan ekosistem yang lebih terintegrasi dan efisien. Selain itu, regulasi blockchain juga diperkirakan akan semakin berfokus pada isu-isu seperti identitas digital, privasi data, dan keamanan siber. Isu-isu ini menjadi semakin penting seiring dengan semakin banyaknya data pribadi yang disimpan dan diproses di blockchain. Regulasi juga diperkirakan akan mendorong adopsi teknologi blockchain di berbagai sektor ekonomi, seperti logistik, rantai pasok, dan pemerintahan. Hal ini akan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas di berbagai sektor tersebut. Namun, tantangan utama dalam mengatur blockchain adalah menjaga keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi kepentingan konsumen dan stabilitas sistem keuangan. Regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi, sedangkan regulasi yang terlalu longgar dapat meningkatkan risiko penipuan dan manipulasi pasar. Oleh karena itu, regulator perlu mengambil pendekatan yang bijaksana dan adaptif dalam merumuskan regulasi blockchain.

Fakta Menarik Tentang Regulasi Blockchain

Salah satu fakta menarik tentang regulasi blockchain adalah bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup progresif dalam mengatur aset kripto. Meskipun masih ada beberapa tantangan, Indonesia telah memiliki regulasi yang jelas mengenai perdagangan aset kripto sebagai komoditi. Fakta menarik lainnya adalah bahwa regulasi blockchain di berbagai negara sangat bervariasi. Beberapa negara, seperti Swiss dan Singapura, memiliki regulasi yang sangat ramah terhadap blockchain dan aset kripto, sementara negara lain, seperti Tiongkok, memiliki regulasi yang sangat ketat. Perbedaan regulasi ini mencerminkan perbedaan pandangan dan prioritas masing-masing negara. Fakta menarik lainnya adalah bahwa regulasi blockchain seringkali dipengaruhi oleh lobi-lobi dari berbagai pihak, seperti perusahaan teknologi, investor, dan organisasi masyarakat sipil. Lobi-lobi ini bertujuan untuk memengaruhi regulator untuk membuat regulasi yang menguntungkan kepentingan mereka. Fakta menarik lainnya adalah bahwa regulasi blockchain seringkali mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi dan pasar. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi blockchain bersifat dinamis dan adaptif. Terakhir, fakta menariknya adalah bahwa regulasi blockchain tidak hanya mencakup aspek keuangan, tetapi juga aspek hukum, etika, dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi blockchain memiliki implikasi yang luas bagi masyarakat.

Bagaimana OJK dan Bappebti Mengatur Blockchain?

OJK dan Bappebti mengatur blockchain melalui berbagai peraturan dan pengawasan. Bappebti, sebagai pengawas perdagangan berjangka komoditi, mengatur perdagangan aset kripto sebagai komoditi. Ini termasuk mengatur platform perdagangan aset kripto, persyaratan modal, dan perlindungan konsumen. OJK, di sisi lain, mengatur penggunaan teknologi blockchain dalam sektor jasa keuangan. Ini termasuk mengatur penerbitan token, platform pinjaman berbasis blockchain, dan penggunaan blockchain untuk verifikasi identitas. OJK juga melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang menggunakan teknologi blockchain untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan yang berlaku dan melindungi kepentingan konsumen. Selain itu, OJK dan Bappebti juga bekerja sama dengan lembaga lain, seperti Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk mencegah penggunaan teknologi blockchain untuk kegiatan ilegal, seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Regulasi blockchain juga mencakup aspek perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan peraturan mengenai perpajakan aset kripto, termasuk pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Dengan regulasi yang komprehensif dan pengawasan yang ketat, OJK dan Bappebti berupaya untuk menciptakan ekosistem blockchain yang aman, transparan, dan bertanggung jawab di Indonesia.

Apa yang Terjadi Jika OJK dan Bappebti Tidak Mengatur Blockchain?

Jika OJK dan Bappebti tidak mengatur blockchain, maka akan terjadi kekacauan dan ketidakpastian hukum di industri blockchain Indonesia. Tanpa regulasi yang jelas, risiko penipuan, manipulasi pasar, dan kegiatan ilegal lainnya akan meningkat. Investor akan kehilangan kepercayaan dan enggan untuk berinvestasi di aset kripto atau proyek blockchain. Perusahaan yang beroperasi di industri blockchain akan kesulitan untuk mendapatkan pendanaan dan mengembangkan bisnis mereka. Selain itu, tanpa regulasi yang memadai, Indonesia akan ketinggalan dari negara lain dalam memanfaatkan potensi ekonomi dari teknologi blockchain. Negara lain yang memiliki regulasi yang jelas dan ramah terhadap blockchain akan menarik investasi dan inovasi dari seluruh dunia, sementara Indonesia akan tertinggal. Selain itu, tanpa regulasi yang jelas, akan sulit untuk menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan yang menggunakan teknologi blockchain untuk kegiatan ilegal. Hal ini akan merugikan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, regulasi blockchain sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang aman, transparan, dan bertanggung jawab di Indonesia. Regulasi yang baik harus mampu menyeimbangkan antara mendorong inovasi dan melindungi kepentingan konsumen dan stabilitas sistem keuangan. Dengan regulasi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pusat inovasi blockchain yang kompetitif di tingkat regional dan global.

Daftar tentang Hal Penting tentang OJK dan Bappebti dalam Mengatur Blockchain

Berikut adalah daftar hal penting yang perlu Anda ketahui tentang OJK dan Bappebti dalam mengatur blockchain di Indonesia:

    1. OJK dan Bappebti memiliki peran yang berbeda dalam mengatur blockchain. OJK fokus pada penggunaan blockchain dalam sektor jasa keuangan, sedangkan Bappebti fokus pada perdagangan aset kripto sebagai komoditi.

    2. Koordinasi antara OJK dan Bappebti sangat penting untuk menciptakan regulasi yang komprehensif dan adaptif.

    3. Regulasi blockchain bertujuan untuk melindungi konsumen, mencegah penipuan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

    4. Regulasi blockchain juga bertujuan untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan industri blockchain di Indonesia.

    5. Regulasi blockchain masih dalam tahap perkembangan dan akan terus berubah seiring dengan perkembangan teknologi dan pasar.

    6. Masyarakat perlu memahami regulasi blockchain agar dapat mengambil keputusan investasi yang cerdas dan menghindari risiko yang tidak perlu.

    7. Perusahaan yang beroperasi di industri blockchain harus mematuhi regulasi yang berlaku dan beroperasi secara transparan dan bertanggung jawab.

    8. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat inovasi blockchain di tingkat regional dan global jika memiliki regulasi yang tepat.

    9. Regulasi blockchain tidak hanya mencakup aspek keuangan, tetapi juga aspek hukum, etika, dan sosial.

    10. Regulasi blockchain harus mampu menyeimbangkan antara mendorong inovasi dan melindungi kepentingan konsumen dan stabilitas sistem keuangan.

      Pertanyaan dan Jawaban tentang OJK vs Bappebti: Siapa yang Berwenang Mengatur Blockchain?

      Pertanyaan 1: Apa perbedaan utama antara OJK dan Bappebti dalam mengatur blockchain?

      Jawaban: OJK fokus pada penggunaan teknologi blockchain dalam sektor jasa keuangan, seperti pinjaman online atau sekuritisasi aset. Sementara Bappebti fokus pada pengaturan perdagangan aset kripto sebagai komoditi, seperti Bitcoin dan Ethereum.

      Pertanyaan 2: Jika saya ingin membuat platform pinjaman online berbasis blockchain, lembaga mana yang harus saya hubungi?

      Jawaban: Anda perlu menghubungi OJK, karena platform pinjaman online termasuk dalam sektor jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK.

      Pertanyaan 3: Jika saya ingin membuka bursa perdagangan aset kripto, lembaga mana yang harus saya hubungi?

      Jawaban: Anda perlu menghubungi Bappebti, karena bursa perdagangan aset kripto termasuk dalam perdagangan berjangka komoditi yang berada di bawah pengawasan Bappebti.

      Pertanyaan 4: Apakah OJK dan Bappebti bekerja sama dalam mengatur blockchain?

      Jawaban: Ya, OJK dan Bappebti perlu berkoordinasi dan bekerja sama untuk memastikan regulasi yang komprehensif dan tidak tumpang tindih. Koordinasi ini penting untuk menciptakan ekosistem blockchain yang sehat dan aman di Indonesia.

      Kesimpulan tentang OJK vs Bappebti: Siapa yang Berwenang Mengatur Blockchain?

      Kesimpulannya, baik OJK maupun Bappebti memiliki peran penting dalam mengatur ekosistem blockchain di Indonesia. OJK fokus pada perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan dalam konteks penggunaan blockchain di sektor jasa keuangan, sementara Bappebti fokus pada pengaturan perdagangan aset kripto sebagai komoditi. Koordinasi yang baik antara kedua lembaga ini sangat penting untuk menciptakan regulasi yang komprehensif, adaptif, dan mendorong inovasi. Memahami peran dan fungsi masing-masing lembaga, serta mengikuti perkembangan regulasi terbaru, akan membantu kita berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam perkembangan industri blockchain di Indonesia.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama